PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN 9.1 SANUSI FATTAH
01:56
Edit
Dapatkah kalian menyebutkan kembali isi KMB? Seperti yang pernah dibahas pada materi sebelumnya, KMB telah menghasilkan kesepakatan yang diterima oleh masing-masing pihak. Salah satunya adalah Belanda mengakui kedaulatan RIS. Bagaimanakah kondisi politik dan ekonomi pada masa pasca pengakuan kedaulatan RIS? Apakah jauh lebih lebih buruk atau membaik? Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan, RI mengalami dua kali pergantian sistem pemerintahan. Apa sajakah sistem pemerintahan tersebut? Bagaimana kehidupan politik dan ekonomi pada masa periode pemerintahan tersebut? Agar lebih jelas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, cermatilah pembahasan materi pada bab ini!
A. Berbagai Faktor yang Memengaruhi Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan
Bagian penting dari keputusan KMB adalah terbentuknya Negara Republik
Indonesia Serikat. Memang hasil KMB diterima oleh Pemerintah Republik
Indonesia, namun hanya “ setengah hati.” Hal ini terbukti dengan
munculnya perbedaan dan pertentangan antarkelompok bangsa. Dua kekuatan
besar yang saling berseberangan yaitu:1. kelompok unitaris, artinya kelompok pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
2. kelompok pendukung Negara Federal-RIS.
JELI Jendela Info
Undang Undang Dasar yang pernah berlaku di Indonesia yaitu:
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 s.d. 27 Desember 1949),
2. Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 s.d. 17 Agustus 1950),
3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959),
4. UUD 1945 (5 Juli 1959 s.d. sekarang), dan mengalami empat kali amandemen.
Dampak dari terbentuknya Negara RIS adalah konstitusi yang digunakan bukan lagi UUD 1945, melainkan Konstitusi RIS tahun 1949. Dalam pemerintahan RIS jabatan presiden dipegang oleh Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Perlu diingat bahwa dalam Konstitusi RIS 1949 tidak mengenal jabatan wakil presiden. Berdasarkan pandangan kaum nasionalis pembentukan RIS merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia sehingga Belanda akan mudah mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya di Republik Indonesia. Kelompok ini sangat menentang dan menolak ide federasi dalam bentuk negara RIS.
JELI Jendela Info
Ada beberapa tahap dan proses kembalinya negara RIS ke NKRI.
a. Negara Pasundan tanggal 11 Maret 1950 bergabung ke RI.
b. Tanggal 22 April 1950 tinggal RI, NST, dan NIT.
c. Tanggal 14 Agustus 1950 Senat dan DPR mengesahkan UUDS 1950.
d. Tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno membacakan Piagam Persetujuan Kembali ke NKRI.
e. Tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi RIS berakhir dan terbentuk NKRI.
Pada akhirnya kelompok unitaris semakin memperoleh simpati. Berikut ini sejumlah faktor yang memengaruhi proses kembalinya negara RIS menjadi NKRI.
1. Bentuk negara RIS bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Pembentukan negara RIS tidak sesuai dengan kehendak rakyat.
3. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari kolonial Belanda yang tetap ingin berkuasa di Indonesia.
4. Berbagai masalah dan kendala politik, ekonomi, sosial, dan sumber daya manusia dihadapi oleh negara-negara bagian RIS.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam terbentuknya NKRI. Peristiwa ini juga menandai berakhirnya bentuk RIS. Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
B. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
Pasca pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949,
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia di bidang ekonomi
sangatlah kompleks. Berikut ini masalah-masalah tersebut.
1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pasca pengakuan kedaulatan masih
dikuasai oleh asing. Untuk itu para ekonom menggagas untuk mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Salah satu tokoh
ekonom itu adalah Sumitro Djoyohadikusumo. Ia berpendapat bahwa bangsa
Indonesia harus selekasnya ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang
bermodal lemah harus diberi bantuan modal. Program ini dikenal dengan
gerakan ekonomi Program Benteng. Tujuannya untuk melindungi usaha-usaha
pribumi. Ternyata program benteng mengalami kegagalan. Banyak pengusaha
yang menyalahgunakan bantuan kredit untuk mencari keuntungan secara
cepat.
2. Perkebunan dan instalasi-instalasi industri rusak
Akibat penjajahan dan perjuangan fisik, banyak sarana prasarana dan
instalasi industri mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan kemacetan
dalam bidang industri, kondisi ini mempengaruhi perekonomian nasional.
3. Jumlah penduduk meningkat cukup tajam
Pada pasca pengakuan kedaulatan, laju pertumbuhan penduduk meningkat.
Pada tahun 1950 diperkirakan penduduk Indonesia sekitar 77,2 juta jiwa.
Tahun 1955 meningkat menjadi 85,4 juta. Laju pertumbuhan penduduk yang
cepat berakibat pada peningkatan impor makanan. Sejalan dengan
pertumbuhan penduduk kebutuhan akan lapangan kerja meningkat. Kondisi
tersebut mendorong terjadinya urbanisasi.
4. Utang negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
Setelah pengakuan kedaulatan, ekonomi Indonesia tidak stabil. Hal itu
ditandai dengan meningkatnya utang negara dan meningginya tingkat
inflasi. Utang Indonesia meningkat karena Ir. Surachman (selaku Menteri
Keuangan saat itu) mencari pinjaman ke luar negeri untuk mengatasi
masalah keuangan negara. Sementara itu, tingkat inflasi Indonesia
meninggi karena saat itu barang-barang yang tersedia di pasar tidak
dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, harga barang-barang
kebutuhan naik. Untuk mengurangi inflasi, pemerintah melakukan sanering
pada tanggal 19 Maret 1950. Sanering adalah kebijakan pemotongan uang.
Uang yang bernilai Rp,5,- ke atas berlaku setengahnya.
5. Defisit dalam perdagangan internasional
Perdagangan internasional Indonesia menurun. Hal ini disebabkan
Indonesia belum memiliki barang-barang ekspor selain hasil perkebunan.
Padahal sarana dan produktivitas perkebunan telah merosot akibat
berbagai kerusakan.
6. Kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
Pada awal pengakuan kedaulatan, perusahaan-perusahaan yang ada masih
merupakan milik Belanda. Demikian juga tenaga ahlinya. Tenaga ahli masih
dari Belanda, sedang tenaga Indonesia hanya tenaga kasar. Oleh karena
itu Mr. Iskaq Tjokroadikusuryo melakukan kebijakan Indonesianisasi.
Kebijakan ini mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha swasta
nasional. Langkahnya dengan mewajibkan perusahaan asing memberikan
latihan kepada tenaga bangsa Indonesia.
7. Rendahnya Penanaman Modal Asing (PMA) akibat konflik Irian Barat
Akibat konflik Irian Barat kondisi politik tidak stabil. Bangsa
Indonesia banyak melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik
Belanda. Sebagai dampak nasionalisasi, investasi asing mulai berkurang.
Investor asing tidak berminat menanamkan modalnya di Indonesia.
8. Terjadinya disinvestasi yang tajam dalam tahun 1960-an
Pada tahun 1960-an terjadi disinvestasi yang cukup tajam akibat
konflik Irian Barat. Akibatnya kapasitas produksi menurun karena terjadi
salah urus dalam perusahaan.
C. Pemilihan Umum Tahun 1955
1. Situasi Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955
Kondisi perpolitikan di Indonesia sebelum dilaksanakan Pemilu tahun
1955 ada dua ciri yang menonjol, yaitu munculnya banyak partai politik
(multipartai) dan sering terjadi pergantian kabinet/ pemerintahan.
Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan, sistem demokrasi yang dianut
adalah Demokrasi Liberal Sistem pemerintahannya adalah kabinet
parlementer. Pada masa ini perkembangan partai politik diberikan ruang
yang seluas-luasnya. Dari tahun 1950-1959, terdapat tujuh kabinet yang
memerintah.
a. Kabinet Mohammad Natsir (7 September 1950 – Maret 1951)
Kabinet Natsir merupakan suatu Zaken Kabinet, intinya adalah Partai
Masyumi. Kabinet ini menyerahkan mandatnya tanggal 21 Maret 1951,
setelah adanya mosi yang menuntut pembekuan dan pembubaran DPRD
Sementara. Penyebab lainnya adalah seringnya mengeluarkan Undang Undang
Darurat yang mendapat kritikan dari partai oposisi.
b. Kabinet Sukiman (April 1951- Februari 1952)
Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada
masa Kabinet Sukiman muncul berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII
semakin meluas dan Republik Maluku Selatan. Kabinet ini jatuh karena
kebijakan politik luar negerinya diangap condong ke Serikat. Pada
tanggal 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan Mutual Security Act
(MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama keamananan dan Serikat akan
memberikan bantuan ekonomi dan militer.
c. Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)
Kabinet Wilopo didukung oleh PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama
program kerjanya adalah peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa
penting yang terjadi semasa pemerintahannya adalah peristiwa 17 Oktober
1952 dan peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu
tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan Darat yang dipimpin
Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti dengan parlemen baru.
Sedang Peristiwa Tanjung Morawa (Sumatra Timur) mencakup persoalan
perkebunan asing di Tanjung Morawa yang diperebutkan dengan rakyat yang
mengakibatkan beberapa petani tewas.
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Kabinet ini dikenal dengan Kabinet Ali Wongso (Ali Sastroamijoyo dan
Wongsonegoro). Prestasi yang dicapai adalah terlaksananya Konferensi di
Bandung 18-24 April 1955.
e. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dengan inti Masyumi.
Keberhasilan yang diraih adalah menyelenggarakan pemilu pertama tahun
1955. Karena terjadi mutasi di beberapa kementerian, maka pada tanggal 3
Maret 1956 Burhanudin Harahap menyerahkan mandatnya.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 – Maret 1957)
Program Kabinet Ali II disebut Rencana Lima Tahun. Program ini memuat
masalah jangka panjang, misalnya perjuangan mengembalikan Irian Barat.
Muncul semangat anti- Cina dan kekacauan di daerah-daerah sehingga
menyebabkan kabinet goyah. Akhirnya pada Maret 1957, Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya.
g. Kabinet Djuanda (Maret 1957 – April 1959)
Kabinet Djuanda sering dikatakan sebagai Zaken Kabinet, karena para
menterinya merupakan ahli dan pakar di bidangnya masing-masing. Tugas
Kabinet Djuanda melanjutkan perjuangan membebaskan Irian Barat dan
menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang buruk. Prestasi yang diraih
adalah berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut
diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari
Pulau Indonesia. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Kabinet ini menjadi demisioner ketika Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Pelaksanaan Pemilu Tahun 1955
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pemilu diselenggarakan pada masa
pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu dilaksanakan dalam dua
tahap yaitu tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan
tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante (Badan
Pembentuk UUD).JELI Jendela Info
Sejak tahun 1999, pemilu dilaksanakan dengan sistem multipartai dengan jumlah peserta 48 partai politik. Sedangkan pada pemilu tahun 2004, peserta pemilu sebanyak 24 partai politik.
Hasil pemilu tahun 1955 menunjukkan ada empat partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39 wakil). Dari segi penyelenggaraan, pemilu tahun 1955 dapat dikatakan berjalan dengan bersih dan jujur karena suara yang diberikan masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak politik mereka. Akan tetapi, kampanye yang relatif terlalu lama (2,5 tahun) dan bebas telah mengundang emosi politik yang amat tinggi, terutama kecintaan yang berlebihan terhadap partai. Pemilu tahun 1955 ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas poltik seperti yang diharapkan. Bahkan muncul perpecahan antara pemerintahan pusat dengan beberapa daerah. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakmampuan anggota Konstituante untuk mencapai titik temu dalam menyusun UUD baru untuk mengatasi kondisi negara yang kritis. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dekrit ini dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
D. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak yang Ditimbulkan
1. Situasi Politik Menjelang Dekrit Presiden
Sistem Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang
menguntungkan bagi stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke
permukaan. Misalnya konflik ideologis, konflik antarkelompok dan daerah,
konflik kepentingan antarpartai politik. Hal ini mendorong Presiden
Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari
1957.Berikut ini isi Konsepsi Presiden.a. Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi parlementer harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
b. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya semua partai politik.
c. Segera dibentuk Dewan Nasional.
JELI Jendela Info
• Demokrasi Liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan yang seluasnya kepada warga negara. Indonesia. menganut Demokrasi Liberal pada tahun 1950-1959. Pada masa ini ditandai dengan pergantian kabinet yang memerintah.
• Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila. Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa). Berlaku di Indonesia pada tahun 1959-1965.'
2. Sidang Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dari pemilu tahun 1955 terbentuk dewan konstituante. Badan ini
bertugas menyusun UUD yang baru. Anggota Konstituante terbagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok Islam dan kelompo nasionalis, kedua kelompok
sulit mencapai kata sepakat dalam pembahasan isi UUD. Dalam sidang
sering terjadi perpecahan pendapat. Setiap wakil partai memaksakan
pendapatnya. Akibatnya gagal menghasilkan UUD. Hal ini mendorong
presiden menganjurkan konstituante untuk kembali menggunakan UUD 1945.
Untuk mewujudkan anjuran tersebut maka, diadakan pemungutan suara sampai
tiga kali. Akan tetapi hasilnya belum mencapai batas quorum, dua
pertiga suara. Akibatnya Dewan Konstituante gagal mengambil keputusan.
Untuk mengatasi masalah tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 presiden
mengeluarkan dekrit. Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu:a. pembubaran Konstituante;
b. berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950;
c. akan dibentuk MPRS dan DPAS.
JELI Jendela Info
Dekrit Presiden adalah keputusan pemerintah di bidang ketatanegaraan yang bersifat mengikat. Agar berlaku efektif, dekrit biasanya harus mendapat dukungan dari kekuatan politik, parlemen, dan militer.
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit sebagai langkah untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Keluarnya Dekrit Presiden menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.
3. Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terjadi beberapa perkembangan politik dan ketatanegaraan di Indonesia.a. Pembentukan Kabinet Kerja, dengan programnya yang disebut Tri Program, isinya:
1) memperlengkapi sandang pangan rakyat,
2) menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara, serta
3) melanjutkan perjuangan menentang imperialisme untuk mengembalikan Irian Barat.
b. Penetapan DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR tanggal 23 Juli 1959.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS. Tugas MPRS adalah menetapkan GBHN. Sedangkan tugas DPAS adalah sebagai penasihat atau memberi pertimbangan pada presiden.
d. MPRS dan DPAS juga dibentuk BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Mahkamah Agung (MA). BPK bertugas memeriksa penggunaan uang negara oleh pemerintah, MA berperan sebagai lembaga tinggi negara.
e. Pembentukan DPR-GR. Pada tahun 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu. Alasannya adalah penolakan DPR terhadap usulan Anggaran Belanja Negara yang diajukan presiden. Selanjutnya pada tanggal 24 Juni 1960, Presiden Soekarno membentuk DPR-GR (DPR Gotong Royong).
f. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Front Nasional. Depernas bertugas menyusun rancangan pembangunan semesta yang berpola delapan tahun. Front Nasional tugasnya mengerahkan massa. Badan ini berperan penting dalam pengganyangan Malaysia dan pembebasan Irian Barat, terutama melalui Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB).
g. Penetapan GBHN. Manifesto Politik (Manipol) merupakan sebutan pidato Presiden Soekarno dalam peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959. Pidato tersebut aslinya berjudul” Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Oleh DPAS dalam sidangnya tanggal 23-25 September 1959, diusulkan agar Manipol ditetapkan sebagai GBHN. Manipol itu mencakup USDEK yang terdiri dari UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Manipol dan USDEK sering disebut dengan Manipol USDEK.
Dalam Tap MPRS itu juga diputuskan bahwa pidato presiden “Jalannya Revolusi Kita” dan “To Build the World a New” (membangun dunia kembali) Menjadi pedoman pelaksanaan Manifesto Politik.
4. Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden ternyata memiliki beberapa dampak, berikut.a. Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945, misalnya MPRS dan DPAS.
b. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat membahayakan persatuan dan kesatuan.
c. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia.
d. Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin.
e. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.
E. Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
1. Kondisi Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin yang menggantikan sistem Demokrasi Liberal,
berlaku tahun 1959 – 1965. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan
presiden sangat besar sehingga cenderung ke arah otoriter. Akibatnya
sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa
Demokrasi Terpimpin.a. Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955.
d. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS.
e. Pengangkatan presiden seumur hidup.
JELI Jendela Info
Menurut Bung Hatta, Demokrasi Terpimpin sebagai sebuah konsepsi mempunyai tujuan baik, tetapi cara-cara dan langkah-langkah yang hendak diambil untuk melaksanakannya terlihat menjauhkan dari tujuan baik tersebut. Hal ini terbukti dengan beberapa tindakan Presiden Soekarno, di antaranya membubarkan DPR hasil Pemilu.
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965.
2. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin
Politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok
Timur. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara blok
komunis, seperti Uni Soviet, RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini
beberapa contoh pelaksanaan politik luar negeri masa Demokrasi
Terpimpin. JELI Jendela Info
Menurut UUD 1945, politik luar negeri yang dianut bangsa Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak terhadap dua blok yang saat itu sedang konflik yaitu blok Barat dan Blok Timur. Konsep aktif bermakna Indonesia senantiasa ikut serta aktif dan berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
a. Oldefo dan Nefo
Oldefo (The Old Established Forces), yaitu dunia lama yang sudah
mapan ekonominya, khususnya negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo
(The New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru. Indonesia
menjauhkan diri dari negara-negara kapitalis (blok oldefo) dan menjalin
kerja sama dengan negara-negara komunis (blok nefo). Hal ini terlihat
dengan terbentuknya Poros Jakarta – Peking (Indonesia – Cina) dan Poros
Jakarta – Pnom Penh – Hanoi – Peking – Pyongyang ( Indonesia – Kamboja –
Vietnam Utara - Cina – Korea Utara).
b. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia
yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei,
dan Sabah. Rencana tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno karena
dianggap sebagai proyek neokolonialisme dan dapat membahayakan revolusi
Indonesia yang belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi
Malaysia juga muncul dari Filipina yang mengklaim daerah Sabah sebagai
wilayah negaranya. Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul
Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi Malaysia.
Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaya memproklamasikan
berdirinya Federasi Malaysia. JELI Jendela Informasi
Dalam rangka konfrontasi Malaysia, Indonesia juga mengadakan operasi militer yang diberi nama “Operasi Siaga” yang berupa penyusupan pasukan Indonesia ke wilayah musuh di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara. Panglima Siaga yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno adalah Marsekal Madya Umar Dhani.
Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), isinya:
1) perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
2) bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Di tengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia dicalonkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
CATTING Catatan Penting
- Pasca pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia mengalami permasalahanekonomi yang sangat kompleks. Misalnya inflasi tinggi, rusaknya infrastruktur,hutang negara meningkat, defisit anggaran, rendahnya investasi, dan lainsebagainya.
- Langkah yang diambil pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalahekonomi pasca pengakuan kedaulatan, antara lain kebijakan pemotonganuang, konsep ekonomi nasional, program gerakan benteng, kebijakanIndonesianisasi, dan lain-lain.
- Di bidang politik, sesuai dengan isi UUDS 1950, maka Indonesia menerapkanDemokrasi Liberal dengan sistem kabinet parlementer. Akibatnya munculbanyak partai politik. Di sisi lain sistem pemerintahan tidak stabil karenasering terjadi pergantian kabinet. Beberapa kabinet yang memerintah padamasa Demokrasi Liberal antara lain Kabinet Natsir, Sukiman, Wilopo, AliSastroamijoyo I, Burhanudin Harahap, Ali Sastroamijoyo II, dan Djuanda.
- Pemilu tahun 1955 dilaksanakan dua tahap, yaitu 29 September 1955 untukmemilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggotakonstituante. Pemilu ini ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas politik.
- Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal,sehingga tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presidenyang membubarkan Konstituante, menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin.
- Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan sejumlah contoh dari penyimpangan tersebut.
AN_9.1_SANUSI_FATTAH#6._Kekurangan_tenaga_ahli_untuk_menuju_ekonomi_nasional