CONGESTIVE HEART FAILURE(CHF)
22:14
Edit
CONGESTIVE HEART FAILURE(CHF)
Gagal
jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh,sedangkan
tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.
Jantung
mempunyai dua atria atau serambi-serambi (atrium kanan dan atrium kiri) yang
membentuk kamar-kamar jantung bagian atas, dan dua ventricles atau bilik-bilik
(ventricle kiri dan ventricle kanan) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian
bawah. Ventricle-ventricle adalah kamar-kamar yang berotot yang memompa darah
ketika otot-otot berkontraksi (kontraksi dari otot-otot ventricle disebut systole).
Banyak penyakit-penyakit dapat
mengganggu aksi memompa dari ventricles. Contohnya, otot-otot dari ventricles
dapat diperlemah oleh serangan-serangan jantung atau infeksi-infeksi (myocarditis).
Kemampuan memompa yang berkurang dari ventricles yang disebabkan oleh pelemahan
otot disebut disfungsi sistolik. Setelah setiap kontraksi ventricle (systole)
otot-otot ventricle perlu untuk mengendur untuk mengizinkan darah dari atria
untuk mengisi ventricles. Pengenduran dari ventricles disebut diastole.
1.2 Patofisiologi
Patofisiologi dari gagal jantung kongestif CHF ini bahwa
setiap hambatan pada aliran (forward flow ) dalam sirkulasi akan menimbulkan
bendungan pada arah berlawanan dengan aliran ( backward congestion ). Hambatan
pengaliran ( forward failure ) akan menimbulkan adanya gejala backward failure
dalam sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan
jantung adalah upaya untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.
Mekanisme kompensasi yang terjadi
pada gagal jantung adalah berupa dilatasi ventrikel,
hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasokontriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan
cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung
bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan
aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut Gagal
Jantung Kongestif / CHF.
1.3 Penyebab
Gagal jantung dapat disebabkan
karena keadaan berikut :
·
Disfungsi
miocard (kegagalan miocardial).
·
Beban
tekanan berlebihan – pembebanan sistolik (sistolik overload).
·
Beban
volume berlebihan – pembebanan distolik (distolik overload).
·
Peningkatan
kebutuhan metabolik – peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload).
·
Gangguan
pengisian (hambatan input)
Faktor pencetus dari penyakit gagal jantung kongestif
berupa hal sebagai berikut :
1. Infark Miocard. Infark miocard ini
disebabkan oleh karena penyakit arteri koroner yang berefek kepada miokardium (kardiomiopati)karena terganggunya
aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan
asam laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral
(termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti
(kardiomiopati idiopatik).
2. Hipertensi. Hipertensi Sistemik / pulmonal
(peningkatan afterload), meningkatka beban kerja jantung mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap
sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas
hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal
jantung.
3. Infeksi.Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
4. Stress emosional.
5. Aritmia.
6. Emboli paru.
7. Kehamilan / persalinan.
Dalam
penyakit gagal jantung kita mengenal akan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri.Berikut mekanisme dari gagal jantung tersebut :
·
Gagal Jantung Kiri. Dalam hal ini ventrikel kiri tidak mampu memompa darah
dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan
cairan terdorong kejaringan paru. Tanda-tanda bila mengalami gagal jantung kiri
yaitu : (dispnoe,batuk,mudah lelah,takikardia,bunyi jantung S3,cemas,gelisah). Dispnoe karena karena adanya
penimbunan cairan dalam alveoli, ini biasa terjadi saat istirahat / aktivitas.
Orthopnoe ialah kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam
hari (paroximal nocturnal dispnoe/PND). Batuk : kering / produktif, yang sering
adalah batuk basah disertai bercak darah.Mudah lelah hal ini diakibatkan curah jantung berkurang dan
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan/kesulitan bernafas.
·
Gagal Jantung Kanan. Hal ini karena sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah :
edema ekstremitas (pitting edema :oedem dg penekanan ujung jari ), penambahan
BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga
peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.Oedema ini mulai dari
kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenitalia eksterna
dan tubuh bagian bawah.
Gagal
jantung seringkali berkembang akibat adanya beberapa kondisi tertentu yang
merusak atau melemahkan jantung, seperti:
·
Penyakit
arteri koroner
·
Tekanan
darah tinggi (hipertensi)
·
Kerusakan
katup jantung
·
Kerusakan
otot jantung (kardiomiopati)
·
Radang
otot jantung (miokarditis)
·
Kelainan
jantung bawaan
·
Aritmia
jantung (irama jantung abnormal)
·
Penyakit
kronis lainnya seperti diabetes, anemia berat, hipertiroidisme, hipotiroidisme,
emfisema dan lupus
·
Adanya
virus yang menyerang otot jantung, infeksi berat, reaksi alergi, pembekuan
darah di paru-paru, penggunaan obat tertentu.
1.4 Gejala
Gejala-gejala
dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual menurut
sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada derajat
kepadanya seluruh tubuh telah "mengkompensasi" untuk kelemahan otot
jantung.
·
Gejala
awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah
indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang
mendasarinya, ia adalah jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin
disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk
berolahraga mungkin juga berkurang. Pasien-pasien mungkin bahkan tidak
merasakan pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa sadar mengurangi
aktivitas-aktivitas mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini.
·
Ketika
tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif,
pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau perut
mungkin tercatat.
·
Sebagai
tambahan, cairan mungkin berakmulasi dalam paru-paru, dengan demikian menyebabkan
sesak napas, terutama selama olahraga/latihan dan ketika berbaring rata. Pada
beberapa kejadian-kejadian, pasien-pasien terbangun di malam hari, megap-megap
untuk udara.
·
Beberapa
mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk tegak lurus.
·
Cairan
ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan kencing yang meningkat, terutama pada
malam hari.
·
Akumulasi
dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan mual, nyeri perut, dan
nafsu makan yang berkurang.
Beberapa gejala yang terkait dengan
gagal jantung, diantaranya :
·
Nyeri
dada
·
Kelelahan
dan lemas
·
Denyut
jantung tidak teratur atau cepat
·
Sesak
nafas (dyspnea)
·
Berkurangnya
kemampuan dalam berolahraga
·
Batuk
yang persisten
·
Pembengakakan
di bagian perut dan kaki
·
Sulit
berkonsentrasi
1.5 Pencegahan
Perubahan gaya hidup dapat dilakukan
sebagai upaya pencegahan gagal jantung, yaitu meliputi:
- Hindari merokok dan konsumsi alkohol
- Mengontrol kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar lemak darah tinggi, dan diabetes
- Rutin olahraga
- Pola makan sehat
- Menjaga berat badan yang sehat
- Hindari stres
1.6 Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
CHF (Gagal Jantung)
A. Pengertian
Gagal Jantung adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal (Mansjoer,
2001 : hal 434).
Gagal
jantung mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan
sistemik (Doengoes, 2001 : hal 52).
Gagal jantung mengacu pada kumpulan
tanda dan geajala yang diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan
cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tambayong, 2001 : hal
86).
Gagal
jantung sering juga disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer, 2002 : hal 805).
Dari pengertian di atas penulis
dapat menyimpulkan gagal jantung merupakan suatu keadaan jantung yang mengalami
kelainan yang dapat menyebakan jantung tidak mampu memompakan darah ke seluruh
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan akan oksigen dan nutrisi.
B.
Etiologi
1.
Kelainan
otot jantung, gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2.
Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
3.
Hipertensi
sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
4.
Faktor
sistemik terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia, dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau
metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C.
Patofisiologi
1.
Proses
Perjalanan Penyakit
Mekanisme yang mendasari gagal
jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Secara konsep curah
jantung adalah perkalian dari fungsi frekuensi jantung dan volume sekuncup.
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada
gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu : preload,
kontraktilitas dan afterload. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut otot jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Pada gagal jantung, jika satu atau
lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang,
menyebabkan volume sekuncup tidak dapat melakukan kompensasi yang mengakibatkan
gagal jantung (Smeltzer, 2002 : hal 805).
Grade Gagal jantung menurut New York
Heart Association (NYHA), terbagi dalam empat kelas fungsional yaitu :
1.
Timbul
gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2.
Timbul gejala sesak pada aktifitas
fisik sedang.
3.
Timbul gejala sesak pada aktifitas
fisik ringan.
4.
Timbul gejala sesak pada aktifitas saat
istirahat.
Atau Setiap hambatan pada arah
aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah
berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran (forward
failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi
aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya
tubuh untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung
ialah : dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis
berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin
plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen oleh
jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan
gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda
dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan
ini disebut Gagal Jantung Kongestif (CHF). Skema berikut menjelaskan terjadinya
gagal jantung, sehingga menimbulkan manifestasi klinik dan masalah
keperawatan.
2.
Manifestasi
klinik
a.
Gagal jantung kiri : kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat
terjadi meliputi : dispnea, ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardia, insomnia.
1)
Dispnea dapat terjadi akibat penimbunan
cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat
terjadi pada saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan minimal atau sedang.
2)
Ortopnea kesulitan bernafas saat
berbaring, beberapa pasien hanya mengalami ortopnea pada malam hari, hal ini
terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan
di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang
tertimbun diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan
ventrikel kiri yang sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan
volume dengan adekuat. Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat
dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli.
3)
Batuk yang berhubungan dengan ventrikel
kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah
yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah yang banyak, yang
kadang disertai bercak darah.
4)
Mudah lelah dapat terjadi akibat curah
jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernapas.
5)
Insomnia yang terjadi akibat distress
pernapasan dan batuk.
b.
Gagal jantung kanan : bila ventrikel
kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi
edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena
leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia
1)
Edema dimulai pada kaki dan tumit juga
secara bertahap bertambah ke tungkai, paha dan akhirnya ke genetalia eksterna
serta tubuh bagian bawah.
2)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada
kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses
ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh darah portal meningkat sehingga
cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafragma dan distress pernafasan.
3)
Anoreksia dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
4)
Nokturia terjadi karena perfusi renal
yang didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi
paling sering pada malam hari karena curah jantung membaik saat istirahat.
5)
Kelemahan yang menyertai gagal jantung
sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan
(Smeltzer, 2002 : hal 805).
3.
Komplikasi
1)
Trombosis vena dalam, karena
pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2)
Syok Kardiogenik, merupakan stadium
akhir dari disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila
vetrikel kiri mengalami kerusakan yang sangat luas. Tanda syok kardiogenik
adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin,
serta kulit yang dingin dan lembab.
D. Penatalaksanaan Medis
1) Non
Farmakologi
a.
Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur atau mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagal
jantung.
b.
Batasi cairan ditujukan untuk mencegah,
mengatur atau mengurangi edema.
c.
Manajemen stress ditujukan untuk
mengurangi stress karena stress emosi dapat menghasilkan vasokontriksi yang
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkian kerja jantung.
d.
Pembatasan aktifitas fisik untuk
mengurangi beban kerja jantung.
2) Farmakologi
a.
Diuretik : diberikan untuk memacu
eksresi natrium dan air melalui ginjal, penggunaan harus hati-hati karena efek
samping hiponatremia dan hipokalemia.
b.
Digoxin : meningkatkan kontraktilitas
dan memperlambat frekuensi jantung. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan
diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi,
c.
Isobarbide
dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari
vasodilator pada disfungsi sistolik.
d.
Terapi
vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel.
E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada
proses asuhan keperawatan dimana pengkajian mencakup data-data pasien sehingga
dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2000).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus
sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat atau aktifitas.
Tanda :
Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,
bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
Tanda :
TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi : mungkin sempit,
menunjukan penurunan volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal
fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi
jantung : takikardia, nadi apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi
secara inferior ke kiri, bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik dapat
menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer
berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi sentral mungkin
kuat, misal nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan,
pucat, atau sianotik, punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis,
bunyi napas : krekels, ronkhi, edema mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas Ego
Gejala :
Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis).
Tanda :
Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan
berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
Tanda : Abdomen
keras, asites.
5. Makanan/cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda :
Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dan pitting).
6. Hygiene
Gejala :
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda :
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala :
Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda :
Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri
dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda :
Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan
Gejala : Dispnea
saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan,
misal oksigen.
Tanda:
Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan,
batuk : kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pembentukan sputum, sputum : mungkin bersemu darah, merah
muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi napas : mungkin tidak terdengar, fungsi
mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna kulit : pucat atau
sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan
dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
Tanda :
Kehilangan keseimbangan.
11. Interaksi sosial
Gejala :
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Tanda :
Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.
12. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,
misalnya: penyekat saluran kalsium.
Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk
meningkatkan.
F. Pemeriksaan
Diagnostik
1.
EKG : hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya
aneurisma ventrikuler (dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung).
2.
Sonogram : dapat menunjukan dimensi
pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan
kontraktilitas ventrikuler.
3.
Scan Jantung : tindakan penyuntikan
fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
4.
Rontgen dada : dapat menunjukan
pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal
abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat menunjukkan
aneurisma ventrikel.
5.
Elektrolit : mungkin berubah karena
perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
6.
Oksimetri nadi : saturasi oksigen
mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri akut memperburuk PPOM atau GJK
kronis.
7.
AGD : gagal ventrikel kiri ditandai
dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 akhir
8.
BUN, kreatinin : peningkatan BUN
menandakan penurunan perfusi ginjal, kenaikan baik BUN maupun kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal.
G. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana didukung
oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien dengan CHF menurut Doenges (2001) yaitu :
1)
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
2)
Aktivitas intoleran berhubungan dengan
ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring
lama/immobilisasi.
3)
Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
4)
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
5)
Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
6)
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal
jantung.
H. Intervensi Keperawatan
Merupakan tahap
ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien
berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan,
menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap
untuk mencapai tujuan.
1)
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Tidak terjadi
penurunan curah jantung.
|
Tanda vital
dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas
gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina,
ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
|
Intervensi :
a. Auskultasi nadi apikal,
kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya
terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah
karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai
aliran darah ke
serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
c.
Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung
dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulsus alternan.
d.
Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau
kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan
menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
f.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan
oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak
obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
g.
Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik
tergantung pada derajat gagal jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan
preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung
relative normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik, juga kerja
ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli
pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung.
h.
Pemberian cairan IV.
Rasional : karena
adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi
peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit
natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
i.
Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan
datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan
pembesaran jantung.
j. Pantau pemeriksaan
laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional
: peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan
hipoperfusi/gagal ginjal.
2)
ktivitas intoleran berhubungan dengan
ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring
lama/immobilisasi.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
|
Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
|
Intervensi :
1.
Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan
penyekat beta.
2.
Rasional : hipotensi
ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
3.
Catat respons kardiopulmonal terhadap
aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
4.
Rasional :
penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
5.
Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
6.
Rasional : dapat
menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
7.
Implementasi program rehabilitasi
jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional
: peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3)
Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Tidak terjadi kelebihan volume cairan
|
Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil
dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda
vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
|
Intervensi :
1.
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah
dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran
urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
2.
Pantau/hitung keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: terapi
diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3.
Pertahakan duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : posisi
tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4.
Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi
dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5.
Kaji bising usus, catat keluhan
anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : kongesti
viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6.
Pemberian obat sesuai indikasi
(kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik
meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida
pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium
berlebihan.
7.
Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu
memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
4)
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan
|
Kriteria
hasil
|
Tidak
terjadi gangguan pertukaran gas
|
klien
akan mendemonstrasikan
ventilasi
dan oksigenisasi adekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
|
Intervensi :
1)
Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan
adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
lanjut.
2)
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif,
nafas dalam.
Rasional: membersihkan
jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3)
Dorong perubahan posisi.
Rasional: membantu
mencegah atelektasis dan pneumonia.
4)
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri
GDA, nadi oksimetri.
Rasional: hipoksemia
dapat terjadi berat selama oedem paru.
5)
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai
indikasi
Rasional : meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan hipoksemia
jaringan.
5)
Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
Tujuan
|
Kriteria
Hasil
|
Tidak
terjadi kerusakan integritas kulit.
|
Klien akan mempertahankan
integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
|
Intervensi :
a. Pantau kulit, catat
penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.
Rasional : kulit
beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan
atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan
aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering
ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: memperbaiki
sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit,
minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional:
terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat
intramuskuler.
Rasional : edema
interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6)
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman
tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung.
Tujuan
|
Kriteria
Hasil
|
Pengetahuan
klien bertambah
|
Mengidentifikasi
hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi,
mengidentifikasi faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani, melakukan
perubahan pola hidup/perilaku.
|
Intervensi
:
a.
Diskusikan fungsi jantung normal.
Rasional: pengetahuan
proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b.
Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : klien percaya
bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.
c.
Rujuk pada sumber di
masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi.
Rasional : dapat
menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
I.
Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan
keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah
disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien
Pelaksanaan pada klien dengan CHF
antara lain meningkatkan cardiac output, memandirikan klien untuk melakukan
aktifitas, mengotrol keseimbangan cairan, mencegah terjadinya gangguan
pertukaran gas, mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit, memberikan
informasi tentang kondisi dan program pengobatan.
J.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses
membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan normal atau
kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
evaluasi terdiri dari :
a.
Evaluasi Formatif :
Hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Evaluasi
Sumatif
: Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.
Sedangkan
evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan CHF yaitu :
1.
Tidak
terjadi penurunan cardiac output,
2.
Mampu
melakukan aktifitas secara mandiri,
3.
Tidak
terjadi gangguan keseimbangan cairan,
4.
Tidak
terjadi gangguan pertukaran gas,
5.
Tidak terjadi kerusakan integritas
kulit,
6.
Memahami
tentang kondisi dan program pengobatan