-->

Asuhan Keperawatan Atresia Ani



1.1 Latar Belakang
Kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan memuat bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi fisik, mental dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial. Kondisi dinamis dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Dimana dalam upaya meningkatkan kesadaran dan  kemampuan menjaga kesehatan secara optimal dibutuhkan dorongan individu agar mampu secara mandiri atau kelompok untuk mencapai tujuan hidup sehat (Kusnanto, 2004: 57).
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klienss secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem persepsi sensori (Handayani, 2008).
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomaly congenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfikongenital diartikan berupa cacat fisik saja. Salah satu masalah cacat fisik seperti Atresia ani. Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutup nya lubang badan normal atau organ tubular secara congenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bias terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubang nya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut  Lemone Pand Burke (2000), Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1.      Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2.      Membran anus yang menetap
3.      Anus imperforate dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4.      Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embroilogik didaerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4.      Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
5.      Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rekto vagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonium jika berukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital. (Mansjoer A, 2000).
Sebagai profesi keperawatan, peran perawat dalam menangani kasus gagal ginjalakut harus secara konfrehensif untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut yang dapat dilakukan berdasarkan standar praktek keperawatan diantaranya menganjurkan posisi tidur pasien tirah baring, pemasangan kateterisasi (apabila dianjurkan), memberikan nutrisi peroral ataupun parenteral dengan kriteria menyiapkan lingkungan. (Hidayat Alimul, 2009: 21-27).
Bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbul komplikasi yang mambahayakan pada bayi, komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain: Asidosishiperkioremia, Infeksisalurankemih yang bias berkepanjangan, Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversimukosa anal, Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut di anastomosis), Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi). (Caroline, E.J.2002).
Insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi Atresia Ani di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensibervariasidari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiranhidup. Insidensitertinggiterdapat di Finlandiayaitu 1 kasusdalam 2500 kelahiranhidup.Kejadian di AmerikaSerikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran. (Ranjan L. Fernando, 2001).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90%.didapatkan data kasus atresia ani di Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun 2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien dengan kasus atresia ani, Menyikapi kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia ani. (WHO, 2001).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara 5-25%. Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo, 2008).

1.2 Rumusan Masalah
       Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana Cara Pelaksanaan Asuhan Keperawatan atresia ani.
1.3 Tujuan
1.      Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan atresia ani.
2.      Mengetahui pengkajian keperawatan yang tepat pada klien dengan atresia ani.
3.      Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan atresia ani.
4.      Mengetahui perencanaan keperawatan pada klien dengan atresia ani
5.      Mengetahui Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan atresia ani.
6.      Mengetahui Evaluasi keperawatan pada klien dengan atresia ani.

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi Usus Besar Usus besar berisi kuman dengan jumlah mencapai triliunan. Mikroba ini berfungsi dalam proses pembusukan. Ada beberapa bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B dan K. Kegiatan bakteri-bakteri ini dalam mencerna sisa-sisa protein dapat menghasilkan bau busuk yang keluar dalam bentuk gas dari dubur. Gas yang dihasilkan dapat mencapai 2 liter setiap hari. Proses penyerapan air dan mineral ini ibarat menimba air bersih di dalam saluran got yang airnya sangat kotor karena di dalam usus besar ini hanya terdapat makanan dalam bentuk sisa-sisa yang akan dibusukkan dan dibuang ke luar tubuh. Di dalam usus besar, makanan hanya akan mengalami penyerapan air dan beberapa garam mineral. Syafudin.2006.
Di dalam usus ini makanan sudah berwujud dalam bentuk ampas. Adanya bakteri saprofit, yaitu Eschericia coli menyebabkan ampas makanan akan membusuk yang selanjutnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses.
Jika dalam dinding usus besar seseorang terinfeksi, akibatnya penyerapan air akan terganggu, sehingga wujud feses dalam keadaan cair yang disebut dengan gejala diare. Apabila seseorang menahan buang air besar, maka akan menyebabkan penyerapan air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras yang disebut dengan konstipasi (sembelit) yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena sekitar anus yang gejalanya disebut dengan hemoroid (ambeien).Beberapa makanan dapat merangsang bakteri untuk menghasilkan lebih banyak gas di dalam usus besar, di antaranya adalah kol, ubi, bawang, dan kacan gmerah. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. 2002)
Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi Anus. Feses akan didorong oleh otot-otot polos di sekitarnya menuju ke anus dan tertimbun di situ dan akhirnya menyebabkan seseorang merasa ingin buang air besar. Proses buang air besar ini disebut defekasi. Otot-otot di sekitar anus berkontraksi sehingga anus membuka dan mengeluarkan feses dari anus. Feses yang dihasilkan dari organ pembuangan dipengaruhi oleh jenis makanan. Makanan yang banyak mengandung serat tumbuhan lebih banyak menghasilkan feses, karena sulit dicerna. Makanan yang lain umumnya 95% dapat diserap oleh usus halus dan 5% menjadi kotoran dalam bentuk feses. Sekitar 75% kandungan feses terdiri dari air. Sisanya adalah berupa zat. (Gilroy, Richard K. 2008.)

2.2 Definisi
Importa anus (atresia ani)  adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus (anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Harjono, RM.2000.
 Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Brunner and Suddarth.2002.
            Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1.    Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2.      Membran anus yang menetap
3.         Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam jarak dari peritoneum
4.          Lubang anus yang terpisah dengan ujung
(Schwartz,2000)

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1.    Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2.    Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3.    Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4.    Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Brunner and Suddarth.2002.)

2.4 Etiologi
            Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4.      Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
5.      Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital. (Mansjoer, A.2002).
2.5 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan, Berkaitan dengan sindrom down, Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak atresia ani :
1.      Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2.      Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3.      Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius. Prince A Sylvia.2006.

2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1.      Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3.      Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6.      Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7.      Perut kembung.
     (Betz. Ed 7. 2002)

2.7 Komplikasi
     Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1.      Asidosis hiperkioremia.
2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3.      Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4.      Komplikasi jangka panjang.
-          Eversi mukosa anal
-          Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
5.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
7.      Prolaps mukosa anorektal.
8.      Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
Sjamsu HR, 2005
2.8 Penatalaksanaan Medis
1)      Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
2)      Pengobatan
a.       Aksisi membran anal (membuat anus buatan).
b.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).
3)      Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
4)      Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
5)      Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
6)      Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a.    Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b.   Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
c.    Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

         Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:
a)      Mengatasi obstruksi usus
b)      Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
c)      Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
           Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:
   Tidak merokok dan menghindari asap rokok
   Menghindari alcohol
   Menghindari obat terlarang
   Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
   Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
   Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
   Mengkonsumsi suplemen asam folat.
        Staf Pengajar FKUI. 2005



2.9 Pemeriksaan Penunjang
1)        Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2)        Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3)        Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4)        Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5)        Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6)        Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
-          Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
-          Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
-          Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
                    ( Brunner dan Suddart.2002)

2.10 Asuhan keperawatan
1)      Pengkajian
a.       Biodata klien
b.      Riwayat keperawatan
c.       Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
d.      Riwayat kesehatan masa lalu
2)      Riwayat tumbuh kembang
a.       BB lahir abnormal
b.      Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c.     Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d.    Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
3)      Pola nutrisi – Metabolik
       Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
4)      Pola Eliminasi
5)      Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
6)      Pola Aktivitas dan Latihan
7)      Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
8)      Pola Persepsi Kognitif
9)      Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
10)  Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
11)  Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
12)  Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
13)  Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
14)  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
15)  Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
16)  Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Doengoes Merillyn, E. 2000.)
A.    Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
a.       Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
c.       Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
a.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Delapan Diagnosa lain yang terkadang muncul antara lain ;

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7)      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol.

B.       Rencana Asuhan Keperawatan

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN / KH

INTERVENSI

RASIONAL
1
Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
KH :
-          Penurunan distensi abdomen.
-          Meningkatnya kenyamanan
1.    Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
2.      Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
3.      Ukur lingkar abdomen


4.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien
-          Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
-          Meyakinkan berfungsinya usus
-          Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
4.      Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri karna konstipasi.
2
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
-          Output urin 1-2 ml/kg/jam
-          Capillary refill 3-5 detik
-          Turgor kulit baik
-          Membrane mukosa lembab
1.      Monitor intake – output cairan
2.      Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
3.      Pantau TTV


4.      Ukur dan catat BB klien
5.      Berikan cairan sedikit tapi sering
6.      Berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering
7.      Observasi membrane mukosa dan turgor kulit
8.      Jelaskan agar menghindar makanan yang berbau dan merangsang mual.
1.      Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2.      Mencegah dehidrasi

3.      Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

4.      Peningkatan BB indicator adanya kelebihan cairan dalam tubuh

5.      Untuk meminimalkan kehilangan cairan

6.      Meminimalkan terjadinya luka pada mukosa mulut da bibir

7.      Perubahan dari normal tanda tersebut indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan dehidrasi seluler

8.      Menghindari adanya pengeluaran cairan peroral atau muntah


3
Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil, Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
-             Klien tidak lemas
1.      Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
2.      Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua


3.      Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
4.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
1.      Agar orang tua mengerti kondisi klien

2.      Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3.      Membantu mengurangi kecemasan klien

4.      Informasi akurat dapat menurunkan ansietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.
4
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil kerusakan itegritas kulie teratasi / hilang.
KH ;
-          Keadaan umum klien baik
-          Kulit kembali normal
1.        Kaji kulit tiap hari, catat warna,turgor,sirkulasi dan sensasi.
2.        Pertahankan  instruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh kulit da mengeringkan nya dengan hati-hati.
3.        Dorong klien untuk ambulasi / turun dari tempat tidur jika memungkinkan.
4.        Ubah posisi secara teratur dang anti sprei sesuai kebutuhan.
5.        Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut steril.
6.        Berikan matras atau tempat tidur busa .
1.        Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi.
2.        Mempertahankan kebersihan karena kulit yang rapuh dapat menjadi barier infeksi.
3.        Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat lama ditempat tidur.
4.        Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah kejaringan dan meningkatkan proses penyembuhan.
5.        Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
6.        Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan lesi.
5
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil nutrisi kurang dari kebutuha tubuh dapat teratasi/berkurang.
Kriteria hasil
-    Nafsu makan meningkat
-    Mual muntah (-)
-    Klien tidak lemah
1.      Kaji/catat pemasukan diet.







2.      Berikan makanan sedikit tapi sering.




3.      Timbang BB tiap hari bila memungkinkan.




Kolaborasi:
4.       Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin, serum, transferin, natrium dan kalium.
5.       Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi.
6.       Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein.
1.      Membantu dalam mengidentifikasi defisiensidari kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan.
2.      Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunkan peristaltik.
3.      Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan.
4.      Menurunkan distensi dan iritasi gaster
5.      Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang, hiperalimentasi.
6.      Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal kecuali pada pasien dialisis. Karbohidrat memnuhi kebutuhan energi dan memenuhi jaringan katabolisme, mencegah pembentukan asam keton dari oksidasi protein dan lemak..









26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Importa anus (atresia ani)  adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
     Atresiaani Terdiri dari empat klasifikasi. Adapaun penatalaksanaan medik yang dilaksanankan adalah dengan melakukan tindakan pembedahan dan pengobatan. Dengan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan rectal digital dan visual  sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) , Pemeriksaan , Ultrasound dan Pemeriksaan radiologis.
3.2 Saran

Agar bisa melakukan asuhan keperawatan profesional pada kasus atresia ani. Sudah sepantasnya rekan-rekan mahasiswa terlebih dahulu memahami pengertian, tanda dan gejala hingga penatalaksanaan pada kasus atresia ani. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi di pelayanan keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari masing-masing kasus stresia ani. Pemahaman tentang sebuah kasus akan sangat membantu mahasiswa dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang
















DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ovedoff, David. 2009. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel